News

PT SBH Klarifikasi Kisruh HGB Buyan, Tegaskan Hak Prioritas dan Dukung Penertiban Usaha Ilegal

Denpasar, RealitasBali – Polemik di media terkait proses perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Buyan direspon oleh PT Sarana Buana Handara (PT SBH). Dalam klarifikasi tertulis yang diterima media ini, PT SBH menegaskan bahwa perusahaan memperoleh Hak Guna Bangunan berdasarkan Sertifikat SHGB No. 44 Tahun 2003 melalui proses jual beli yang sah dengan warga pemilik tanah setempat.

PT SBH menulis, “Kami menegaskan bahwa PT SBH memperoleh Hak Guna Bangunan berdasarkan Sertifikat SHGB No. 44 Tahun 2003 melalui proses jual beli yang sah dengan warga pemilik tanah setempat. Dengan demikian, lahan tersebut bukan Tanah Negara murni, melainkan Tanah Negara Bekas Hak setelah masa berlaku SHGB berakhir. Status ini memberikan dasar hukum bagi PT SBH untuk mengajukan hak prioritas atas perpanjangan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.”

Kuasa hukum PT Sarana Buana Handara, Asep Jumarsa, S.H., M.H., CLA., juga memberikan keterangan. Ia menyampaikan, “PT SBH memiliki hak prioritas sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku. Penting untuk disampaikan bahwa PT SBH senantiasa membayar pajak PBB atas lahan tersebut sebagai bagian dari komitmen perusahaan yang taat aturan dan tunduk terhadap kewajiban fiskal dan kepatuhan hukum.”

Asep menegaskan, PT SBH juga terus memanfaatkan lahan sesuai dengan peruntukannya. “Melalui semangat keberlanjutan, PT SBH mendukung petani lokal melalui perjanjian pinjam pakai yang memastikan lahan tetap produktif dan tidak pernah ditelantarkan,” jelasnya.

Terkait isu yang berkembang, Asep menambahkan, “Perlu kami klarifikasi bahwa permasalahan ini bukan antara PT SBH dan warga sekitar, karena hubungan kami dengan masyarakat tetap harmonis, terutama melalui program CSR Handara yang telah lama memberikan dukungan dan edukasi kepada komunitas lokal.”

Menurut Asep, permasalahan yang terjadi justru berasal dari keberadaan oknum pelaku usaha glamping ilegal di Buyan yang mendirikan usaha tanpa hak atas lahan tersebut. Ia menjelaskan, “Permasalahan muncul dari keberadaan oknum pelaku usaha glamping ilegal yang mendirikan glamping tanpa hak di Tanah Buyan tersebut dan selalu mengatasnamakan Bumdes Pancagiri Kencana, padahal kami sudah meminta klarifikasi terhadap Bumdes Pancagiri Kencana dan mereka menyatakan tidak terlibat dalam usaha glamping tersebut.”

Asep juga menegaskan bahwa PT SBH sejak awal telah membuka ruang dialog dan musyawarah dengan pihak terkait. Namun, ia menyayangkan, “Sejak awal, PT SBH telah membuka ruang dialog dan musyawarah. Namun sayangnya, pihak oknum terus menciptakan narasi yang menyesatkan demi menutupi aktivitas ilegalnya. Karena itu, kami merasa perlu menyuarakan kebenaran ini.”

PT SBH menyerukan transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus ini. Perusahaan tersebut mendukung upaya Pemerintah Provinsi Bali dalam menertibkan kegiatan usaha ilegal dan meminta agar pemerintah menyelidiki pihak-pihak yang terlibat.

“Mendukung upaya Pemerintah Provinsi Bali dalam menertibkan kegiatan usaha yang ilegal, kami meminta agar pemerintah juga melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini — termasuk keabsahan dokumen, izin usaha, serta bukti kepemilikan atas lahan yang diklaim,” tegasnya.

Sebagai perusahaan yang telah berdiri hampir 50 tahun, PT SBH menyatakan komitmennya untuk terus menjadi bagian dari masyarakat yang patuh hukum dan berkontribusi dalam pembangunan wilayah melalui prinsip keberlanjutan.

“Kami percaya bahwa pemerintah daerah akan memberikan perlindungan yang adil bagi seluruh pihak yang berkontribusi nyata terhadap pembangunan Bali, termasuk kami yang telah lama hadir dan berkomitmen membangun bersama,” tutupnya. (red)

Related Articles

Back to top button