Kode Etik Jurnalistik

SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS

Nomor: 03/SK-DP/III/2006

Tentang

KODE ETIK JURNALISTIK

 

Menimbang  :
  1. Bahwa telah terjadi perkembangan yang sangat pesat dalam kehidupan pers nasional selama enam tahun terakhir sejak diberlakukannya Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers;
  2. Bahwa Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang disepakati oleh 26 organisasi wartawan di Bandung pada tanggal 6 Agustus 1999 dinilai perlu dilengkapi sehingga dapat menampung berbagai persoalan pers yang berkembang saat ini, terutama yang terjadi pada media pers elektronik.
  3. Bahwa berbagai perusahaan pers dan organisasi wartawan masing- masing telah mempunyai kode etik;
  4. Bahwa dengan demikian perlu ditetapkan kode etik jurnalistik yang baru yang berlaku secara nasional, sebagai landasan moral atau etika profesi dan menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan.
Mengingat   :
  1. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers;
  2. Keputusan Presiden Nomor 143/M Tahun 2003 tanggal 13 Agustus 2003, tentang Keanggotaan Dewan Pers periode tahun 2003-2006.
Memperhatikan :
  1. Keputusan Sidang Pleno I Lokakarya V yang dihadiri 29 organisasi pers, Dewan Pers, dan Komisi Penyiaran Indonesia pada hari Selasa, 14 Maret 2006, di Jakarta;
  2. Sidang Pleno Dewan Pers pada hari Jumat, 24 Maret 2006, di Jakarta.
     
    MEMUTUSKAN
Menetapkan : Kode Etik Jurnalistik sebagaimana terlampir sebagai pengganti dari Kode Etik Wartawan Indonesia.
Pertama : Kode Etik Wartawan Indonesia sebagaimana terdapat dalam Surat Keputusan Dewan Pers No.1/SK-DP/2000 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Kedua : Keputusan Dewan Pers ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Maret 2006

Ketua Dewan Pers,

dto

Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA

Lampiran:
Surat
Keputusan Dewan Pers Nomor: 03/SK-DP/III/2006
Tentang
Kode Etik Jurnalistik

KODE ETIK JURNALISTIK

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran

  1. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
  2. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
  3. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
  4. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihaklain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:

  1. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
  2. menghormati hak privasi;
  3. tidak menyuap;
  4. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
  5. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
  6. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
  7. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karyasendiri;
  8. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi,
serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran

  1. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasiitu.
  2. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing- masing pihak secara proporsional.
  3. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
  4. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

 Penafsiran

  1. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
  2. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
  3. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belaskasihan.
  4. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
  5. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran

  1. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
  2. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran

  1. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
  2. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran

  1. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
  2. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
  3. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
  4. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi
terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa
serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran

  1. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
  2. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran

  1. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
  2. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru
dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran

  1. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
  2. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran

  1. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
  2. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
  3. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:

  1. Aliansi JurnalisIndependen(AJI) AbdulManan
  2. Aliansi WartawanIndependen(AWI) AlexSutejo
  3. Asosiasi Televisi SwastaIndonesia (ATVSI) Uni Z Lubis
  4. Asosiasi WartawanDemokrasi Indonesia(AWDI) OK. Syahyan Budiwahyu
  5. Asosiasi WartawanKota(AWK) Dasmir Ali Malayoe
  6. Federasi Serikat Pewarta Masfendi
  7. Gabungan WartawanIndonesia(GWI) Fowa’aHia
  8. Himpunan Penulis danWartawan Indonesia(HIPWI) RE Hermawan S
  9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia(HIPSI) Syahril
  10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bekti Nugroho
  11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJABHAMBA) Boyke M. Nainggolan
  12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI) Kasmarios SmHk
  13. Kesatuan WartawanDemokrasi Indonesia(KEWADI) M. Suprapto
  14. Komite WartawanReformasi Indonesia(KWRI) Sakata Barus
  15. Komite WartawanIndonesia(KWI) Herman Sanggam
  16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI) A.M. Syarifuddin
  17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia(KOWAPPI) Hans Max Kawengian
  18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI) Hasnul Amar
  19. Perhimpunan JurnalisIndonesia(PJI) Ismed hasanPutro
  20. Persatuan WartawanIndonesia(PWI) Wina ArmadaSukardi
  21. Persatuan WartawanPelacak Indonesia(PEWARPI) Andi A. Mallarangan
  22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus(PWRCPK) Jaja Suparja Ramli
  23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia(PWIRI) Ramses Ramona S.
  24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia(PJNI) Ev. Robinson Togap Siagian
  25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia(PWNI) Rusli
  26. Serikat Penerbit Suratkabar(SPS)Pusat Mahtum Mastoem
  27. Serikat Pers ReformasiNasional (SEPERNAS) Laode Hazirun
  28. Serikat WartawanIndonesia(SWI) Daniel Chandra
  29. Serikat Wartawan Independen Indonesia(SWII) Gunarso Kusumodiningrat
Back to top button