Koster dan Fahri Hamzah Sepakat Hapus Rumah Tak Layak Huni di Bali Mulai 2026

Denpasar, RealitasBali – Gubernur Bali Wayan Koster menerima kunjungan kerja Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman RI, Fahri Hamzah, di Gedung Kertha Sabha, Denpasar, Jumat (3/10/2025). Keduanya membahas penanganan rumah tidak layak huni (RTLH), pemukiman kumuh, serta desain pembangunan kawasan perkotaan dan perdesaan di Bali agar selaras dengan visi Indonesia Emas 2045.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Koster memaparkan kondisi Bali pasca-banjir besar yang terjadi akibat curah hujan tertinggi dalam 70 tahun terakhir. Ia menyampaikan bahwa seluruh korban telah mendapat santunan dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, masing-masing sebesar Rp15 juta. Pedagang di Pasar Badung juga telah menerima kompensasi sebesar Rp3,4 miliar, sementara korban di Tabanan dan Jembrana mendapat bantuan lebih dari Rp1 miliar.
“Semua rumah rusak sudah tertangani, jalan dan jembatan sedang diperbaiki, dan ke depan kami audit empat sungai besar untuk reboisasi serta penataan ulang. Mitigasi bencana harus lebih kuat,” ujar Koster.
Terkait sektor perumahan, Gubernur Koster menyebut terdapat 33.086 unit rumah tidak layak huni di Bali, dengan jumlah terbanyak di Kabupaten Karangasem. Pemerintah menargetkan seluruh RTLH selesai ditangani pada tahun 2029 melalui kolaborasi pendanaan antara APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/Kota.
“APBN akan membantu lebih dari 12 ribu unit rumah, sementara provinsi menyalurkan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) untuk enam kabupaten dengan fiskal lemah. Kami juga menggandeng CSR dan gotong royong ASN,” jelasnya.
Koster juga menekankan pentingnya perencanaan pembangunan berbasis kearifan lokal. Ia menyebut Bali memiliki desa adat kuat, angka kemiskinan dan pengangguran terendah di Indonesia, serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang kini berada di peringkat kelima nasional. Namun, ia menyoroti tantangan seperti kesenjangan fiskal antarwilayah, alih fungsi lahan 700 hektar per tahun, kemacetan, dan sampah wisata.
“Pariwisata menyumbang 66 persen perekonomian Bali, tapi sangat sensitif terhadap bencana dan isu keamanan. Karena itu, kami sedang merancang transformasi ekonomi agar Bali bisa bertahan dengan atau tanpa pariwisata,” imbuhnya.
Sementara itu, Wamen Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah menyebut Bali sebagai jantung pertumbuhan nasional dan etalase Indonesia di mata dunia. Ia menegaskan bahwa desain perumahan dan kawasan di Bali harus mencerminkan standar internasional, namun tetap menghormati budaya lokal.
“Bali dengan 6,5 juta wisatawan asing adalah wajah Indonesia. Maka desain perumahan dan pemukiman di sini harus modern, terintegrasi, dan berakar pada budaya,” kata Fahri.
Ia menjelaskan, kementerian menargetkan renovasi 400 ribu rumah di seluruh Indonesia, dengan fokus di Bali pada penghapusan RTLH mulai 2026 serta penataan kawasan kumuh seluas 12 km² di sekitar sungai dan pesisir.
“Kawasan pesisir Bali harus kita jadikan bercahaya seperti Maldives, menjadi kampung nelayan modern yang higienis dan ramah wisata,” ujarnya.
Fahri juga mendorong penerapan konsep rumah bersusun dua hingga tiga lantai sebagai solusi keterbatasan lahan.
“Bali punya aturan budaya tentang batas ketinggian bangunan, dan itu kita hormati. Tapi kita bisa adaptasikan rumah bersusun sebagai perumahan subsidi,” tegasnya.
Sebagai penutup, Gubernur Koster menegaskan bahwa konsep Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun akan menjadi pedoman pembangunan jangka panjang. Program tersebut mengatur pengendalian alih fungsi lahan, pembatasan jumlah wisatawan asing, dan konsolidasi lahan di kawasan padat penduduk.
“Jika alokasi perumahan bisa ditambah pada 2026, kami optimistis RTLH di Karangasem, Gianyar, Jembrana, dan Bangli bisa dipercepat penyelesaiannya. Bali harus menjadi wajah terbaik Indonesia,” pungkasnya. (drh)







