Tersus LNG Serangan Tak Sentuh Kawasan Konservasi, Ini Penjelasan Pakar

RealitasBali, Denpasar — Proyek Terminal Regasifikasi dan Penyimpanan LNG Terapung (Tersus LNG) di perairan Bali kembali menjadi sorotan publik, khususnya terkait kekhawatiran dampaknya terhadap lingkungan, termasuk habitat penyu dan terumbu karang. Menanggapi isu tersebut, ahli kelautan dan anggota tim ahli Gubernur Bali, Dr. Ir. I Ketut Sudiarta, M.Si., memberikan penjelasan berdasarkan kajian ilmiah dan tata ruang laut.
Sudiarta menegaskan bahwa anggapan terganggunya habitat penyu dan koral tidak berdasar karena lokasi proyek berada dalam zonasi pelabuhan. “Poin krusial yang perlu dipahami masyarakat adalah bahwa lokasi penempatan Tersus LNG ini secara spesifik berada di dalam zonasi pelabuhan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa zonasi tersebut tidak termasuk dalam kawasan konservasi penyu maupun kawasan konservasi perairan yang melindungi terumbu karang utama di Bali.
Dalam rapat bersama Kementerian Lingkungan Hidup, Sudiarta menjelaskan bahwa lokasi yang diajukan PT DEB untuk Tersus LNG merupakan areal bekas kerukan reklamasi Pulau Serangan, yang sebelumnya merupakan lahan pasang-surut. Ia menyebutkan bahwa Pulau Serangan mengalami reklamasi besar-besaran pada 1994-1998 yang mengubah luasnya dari 101 hektar menjadi 481 hektar. “Saya punya citra satelit sebelum dan sesudah reklamasi,” ujarnya.
Sudiarta menyebut kehadiran PT DEB diharapkan menjadi pemicu penataan kawasan Serangan yang selama ini kumuh. Ia menjelaskan bahwa penataan ini telah disepakati antara Gubernur, Wali Kota, dan desa-desa adat di kawasan Sekartanur (Sesetan, Serangan, Sidakarya, Sanur). Dalam konsep tersebut, mangrove yang terancam abrasi juga akan dirawat, dan jalur air menuju sungai-sungai di wilayah itu akan dinormalisasi.
“Ini semua masuk dalam konsep penataan kawasan, termasuk bagaimana menormalisasi jalur air di rawa-rawa menuju sungai sungai yang ada di kawasan tersebut,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa konsep penataan kawasan memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masing-masing desa adat. Termasuk Desa Serangan yang tempat melastinya rusak karena abrasi, akan diperluas dan dikembalikan fungsinya.
Sudiarta juga menjelaskan bahwa sebagian areal akan digunakan untuk energi, sebagian lainnya untuk pelabuhan Serangan dan marina Sanur. “Hal tersebut sudah dimohonkan rencana induk pelabuhan Serangan, sehingga kapal-kapal yang semrawut seperti sekarang ini, tambatnya di dermaga-dermaga yang akan dibangun. Pemerintah daerah akan mendapat biaya tambat dari kapal-kapal yang ada di situ,” tambahnya.
Menanggapi tudingan bahwa proyek ini mengganggu habitat penyu, Sudiarta mengaku kaget. “Kalau dikatakan ada penyu disitu saya menolak dari segi keilmuan dan segi fakta,” tegasnya. Ia menjelaskan bahwa sebelum reklamasi besar-besaran, memang ada penyu hijau bertelur di kawasan itu. Namun setelah reklamasi oleh BTID, penyu tidak lagi bertelur di sana. Sejarahnya, penyu-penyu tersebut dibawa oleh orang Bugis untuk dikembangbiakkan dan dagingnya dikonsumsi.
Ia menegaskan bahwa saat ini di dalam teluk tidak ada habitat penyu bertelur. “Kalau di pemberitaan disebut-sebut ada penyu lekang di sana, saya kan ngerti sedikit-sedikit, mana ada penyu lekang di terumbu karang. Penyu lekang itu bertelurnya di pasir-pasir yang hitam gelap. Dari SDA mencatat semua tidak ada penyu hijau yang bertelur di wilayah situ,” ungkap ahli kelautan dari Universitas Udayana tersebut.
Menurutnya, proyek ini telah melalui kajian lingkungan ketat, termasuk AMDAL dan UKL-UPL. “Hasil kajian ilmiah yang mendalam menunjukkan bahwa aktivitas di lokasi Tersus LNG, berdasarkan RZWP sekarang ini lokasi tersus LNG masuk dalam zonasi Pelabuhan yang sudah sibuk dengan aktivitas kapal, memiliki dampak minimal terhadap habitat alami penyu yang berada di kawasan konservasi yang jauh dari lokasi proyek. Jadi tidak pas kalau membahas zonasi lagi,” ujarnya.
Sudiarta mengajak semua pihak untuk melihat proyek ini dalam konteks pengelolaan ruang laut yang terintegrasi dan pengembangan kawasan Serangan. Ia menekankan bahwa kawasan pelabuhan memang diperuntukkan untuk logistik dan industri maritim. Proyek Tersus LNG, menurutnya, mendukung visi Gubernur Bali untuk mewujudkan Bali Mandiri Energi dengan sumber energi bersih. “Proyek energi ini bukan semata-mata bisnisnya DEB tapi ini membawa visi dan misi Bali menuju kepada kemandirian energi,” tegasnya.
Ia juga menepis kekhawatiran yang dilontarkan kelompok mahasiswa dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) terkait pencemaran laut dan degradasi pesisir. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak sesuai fakta. Ia mengingatkan dampak dari kejadian blackout di Bali baru-baru ini yang dinilai mempermalukan pemerintah daerah.
“Kalau tidak sekarang, maka kita akan terlambat membangunnya,” pungkasnya, menekankan urgensi realisasi Tersus LNG sebagai bagian dari transisi menuju energi bersih dan upaya mencapai target net zero emission tahun 2045. (idr)