SMSI Bali: Mengaku Wartawan Tanpa Kompetensi adalah Preman Berkedok Pers

Denpasar, RealitasBali – Viral pemberitaan terkait pria berinisial I Nyoman S (46), yang mengaku sebagai wartawan bernama Dede, memicu perhatian serius dari Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali. Pria tersebut dilaporkan ke Polda Bali atas sejumlah dugaan tindak pidana seperti pencemaran nama baik, pengancaman, hingga pemerasan.
Ketua SMSI Provinsi Bali, Emanuel Dewata Oja menegaskan bahwa seseorang yang mengaku wartawan tetapi tidak memiliki pengetahuan jurnalistik, tidak memahami kode etik, dan buta terhadap UU Pers, tidak layak menyebut diri sebagai wartawan.
“Apalagi bila yang bersangkutan terlibat berbagai perbuatan pidana, seperti pencemaran nama baik, pengancaman, hingga pemerasan,” tegasnya.
Ia menambahkan, mengaku sebagai wartawan untuk memeras narasumber, mencemarkan nama baik, bahkan mengancam, merupakan perbuatan hina yang merusak marwah profesi wartawan. Profesi wartawan, menurut Edo -sapaan akrab Emanuel Dewata Oja- memiliki nilai kehormatan dan dihormati masyarakat karena menyuarakan kebenaran sesuai fakta.
Sayangnya, lanjut Edo, nilai kehormatan itu sering dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu yang berhati busuk demi kepentingan pribadi. “Memeraslah, menerorlah, atau mengancam narasumber,” ujarnya.
Edo mendesak pihak Kepolisian untuk tidak mengakui orang-orang seperti itu sebagai wartawan. “Kalau ada pelaporan kriminal tentang mereka, segera proses dan jebloskan ke penjara, agar orang-orang berpenyakit seperti itu tidak berkeliaran dan meresahkan masyarakat,” kata Edo, Kamis 3 Juni 2025.
Ke depan, Edo yang juga penguji Kompetensi Wartawan Dewan Pers ini menekankan pentingnya seleksi kompetensi wartawan melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Selain itu, media tempat seseorang bekerja juga harus memenuhi standar yang telah diatur oleh Dewan Pers.
Ia juga menyoroti tindakan ancaman terhadap wartawan yang menulis berita. “Mengancam orang lain atau meneror wartawan yang menulis berita tentang dirinya, lewat telepon atau pesan WhatsApp bukan tabiat seorang wartawan. Itu kelakuan preman dan sudah merupakan kekerasan verbal terhadap wartawan,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan, I Nyoman S dilaporkan oleh sejumlah pihak ke Polda Bali atas berbagai dugaan tindak pidana. Dalam beberapa laporan, Dede juga diduga kerap mengaku sebagai anggota Mabes Polri untuk menakut-nakuti korbannya.
Data di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali mencatat, sedikitnya enam laporan telah masuk terkait oknum tersebut. Surat Tanda Penerimaan Laporan itu di antaranya tercatat dengan nomor STPL/1228/v1/2025/SPKT/POLDA BALI, STPL/805/V/2025/SPKT/POLDA BALI, STPLP/B/337/V/2025/SPKT/POLDA BALI, STPL/841/V/2025/SPKT/POLDA BALI, STPL/907/v/2025/SPKT/POLDA BALI, dan STPL/906/V/2025/SPKT/POLDA BALI.
Saat ini, seluruh laporan masih dalam proses penyelidikan aparat Polda Bali. Meski menggunakan nama dan modus yang sama, pihak berwenang belum secara resmi mengungkap identitas lengkap terlapor.
“Kepolisian akan menelusuri lebih lanjut dugaan keterlibatan pelaku dan motif di balik perbuatannya,” ujar salah satu petugas di Polda Bali yang enggan disebutkan namanya.
Jika terbukti bersalah, terlapor terancam dijerat dengan berbagai pasal pidana, mulai dari UU ITE, pasal pemerasan, pencemaran nama baik, hingga pasal pengancaman dalam KUHP.
Kabid Humas Polda Bali Kombespol Ariasandy mengungkapkan bahwa kepolisian telah memeriksa saksi-saksi terkait kasus ini. “Ini tinggal periksa ahli bang (terkait berita yang terlapor buat, red), namun koordinasi awal, menurut ahli ini adalah produk Pers, jadi yang berlaku UU Pers, tidak bisa diproses pidana, mungkin nanti habis periksa ahli akan kami gelarkan,” jelasnya.
Sementara itu, terkait laporan dugaan pemerasan, Ariasandy mengatakan bahwa penyelidikan telah dilakukan dan menunggu gelar perkara untuk ditingkatkan ke penyidikan. “Dalam waktu dekat, dilengkapi lagi dengan pemeriksaan saksi tambahan,” pungkasnya. (drh)