Politik & Pemerintahan

Mulia-PAS Tidak Gugat Hasil Pilgub Bali ke MK, tapi…

RealitasBali – Pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Made Muliawan Arya- Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS) tidak akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi maupun ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) terkait hasil penghitungan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) khususnya kontestasi Pemilihan Gubernur Bali (Pilgub Bali).

Ketua Tim Pemenangan Mulia-PAS I Kadek “Rambo” Budi Prasetya mengatakan, pihaknya telah legawa menerima hasil penghitungan suara Pilgub Bali.

“Terkait dengan hasil penetapan setelah pleno kemarin tingkat provinsi, kami dari Mulia-PAS tidak akan mengajukan gugatan ke MK karena di awal kami sudah menerima putusan,” ungkap Rambo.

Meski tidak melakukan perlawanan, Tim Mulia-PAS memberikan catatan khusus dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.

“Namun, kami memberikan catatan yang sangat penting terkait evaluasi bersama dari elemen yang terkait agar Pemilu ke depan berjalan lebih baik,” tambah Sekretaris DPD Gerindra Bali tersebut.

Salah satu yang disoroti oleh Mulia-PAS adalah tingginya angka golongan putih (golput). Angka partisipasi pemilih tidak ada peningkatan sehingga pemimpin yang dipilih tidak mewakili masyarakat.

“Tingkat partisipasi, dari sebelumnya masak sama, ya harus ditingkatkan. Angka per hari ini cukup tinggi pemilih yang tidak hadir. Sementara untuk memilih pemimpin harus bisa melegitimasi dari seluruh masyarakat,” beber Rambo.

Sementara, Wakil Komandan Tim Pemenangan Mulia-PAS, Kadek Cita Ardana Yudi menyoroti keterlibatan lembaga adat dalam pesta demokrasi.

Sebab, banyak rekaman yang beredar adanya dukungan lembaga adat. Seharusnya, kata dia, lembaga adat  sebagai sebuah lembaga harus steril dari politik.

“Lembaga adat, lembaga bersifat netral. Lembaga adat banjar harus steril dari politik. Individu oke, tapi secara kelembagaan tidak boleh. Lembaga milik publik apapun milik publik tidak boleh dikooptasi harus netral, nol, dia bersifat netral. Ini bukan secara aturan, tapi kita bicara etika,” ungkap Kadek Cita.

“Lembaga yang dimiliki banyak orang, isi banyak kepala yang berbeda-beda harus netral. Tidak harus ada aturan. kita sering terjebak dalam ada ini, itu malah kita melanggar,” tambahnya.

Pria yang juga seorang advokat ini menekankan, secara etika lembaga publik yang merupakan kelompok komunal harus netral.

”Secara etik, apapun yang menjadi sebuah kelompok komunal yang di dalamnya ada sebagai macam pikiran dan pilihan harus netral kalau memang sebagai lembaga. Secara etika harus netral,” tegasnya.

Belum lagi, lanjutnya, ditemukan politisasi bantuan sosial atau bansos Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang mengabaikan surat dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Berikut lengkapnya 5 catatan paslon 01 Mulia-PAS terhadap Pleno hasil rekapitulasi Pilkada Bali 2024:

1. Dalam Pilgub Bali 2024 angka Golput 30,13 persen. Hal ini menunjukkan rendahnya partisipasi pemilih masyarakat Bali sekaligus potret gagalnya penyelenggara pemilu dalam sosialisasi dan edukasi pemilih serta legitimasi pimpinan Bali yang dihasilkan perlu dipertanyakan.

2. Pendistribusian C6 sebagai bentuk undangan pemilih untuk menggunakan hak pilih ke TPS belum terdistribusi secara maksimal, terbukti masih banyaknya pemilih yang tidak mendapatkan C6, sehingga pemilih tidak datang ke TPS. Di samping itu, dalam undangan surat C6 yang ditentukan waktu datang ke TPS sehingga pemilih tidak bisa datang di waktu yang telah ditentukan oleh petugas KPPS.

3. Penyelenggara pemilu kurang optimal dalam sosialisasi, memberikan solusi atau alternatif jika pemilih tidak mendapat C6 dengan berbagai kondisi.

4. Bahwa ada indikasi pembiaran oleh penyelenggara pemilu terhadap intervensi, intimidasi serta ancaman terhadap pemilih oleh oknum aparat desa adat, desa dinas yang menciderai demokrasi. Di beberapa TPS, beberapa petugas menjabat sebagai prajuru adat, kelian adat dan kepala lingkungan, sehingga ada indikasi oleh oknum tersebut memobilisasi pemilih sangat terstruktur, sistematis, dan masif.

5. Bahwa dalam hal menuliskan formulir kejadian khusus atau keberatan yang merupakan hak dari saksi paslon tidak semua dipahami oleh penyelenggara pemilu di lapangan, terbukti dengan tidak mudahnya untuk mendapatkan formulir tersebut, tidak ditandatangani penyelenggaraan pemilu setempat hingga aksi perusakan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button