Festival Niti Raja Sasana 2024 Resmi Berakhir, Ditutup Acara Fashion Show Wastra Bebali
RealitasBali – Festival Niti Raja Sasana resmi ditutup pada Selasa (23/7/2024)) di Taman Baca Sanggingan, Ubud, Kabupaten Gianyar. Acara penutupan dibungkus dengan peragaan busana atau fashion show wastra atau jenis kain tenun tradisional khas Bebali kuno.
Hari terakhir Festival Niti Raja Sasana (23/7/2024) ditutup dengan peragaan busana atau fashion show wastra Bali atau jenis kain tenun tradisional khas Bebali kuno.
Di Taman Baca Sanggingan, Ubud, 16 belas model tampil gagah dan anggun berbalut kain tenun tradisional Bebali yang beberapa kain usianya mencapai 80-100 tahun.
Tjok Istri Ratna Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana salah satu perancang busana kain Wastra Bali, menjelaskan, fashion show kali ini bertujuan untuk melestarikan sekaligus meningkatkan literasi tentang warisan budaya tak benda.
“Selain tentang pelestarian warisan budaya, makna dari peragaan busana wastra ini berguna untuk keberlanjutan. Karena di masa kini ketika menyebut nama wastra Bebali, mungkin hampir sebagian orang tidak mengerti,” ungkap salah satu perancang busana Tjok Istri Ratna Cora.
Tjok Ratna menambahkan, ia juga berkolaborasi dengan desainer kondang Bali Tjokorda Abinanda Sukawati (Cok Abi) untuk menampilkan ragam busana yang sarat dengan makna dan filosofi.
“Peragaan ini saya menyebutnya Tutur Bumi, yang berarti bentuk pemikiran dan ungkapan rasa terdalam tentang kehadiran entitas bernama manusia dalam alam semesta.
“Konsep penciptaannya terpantik dari salah satu tahapan siklus dalam upacara Nyambutin-atau upacara tiga bulanan kelahiran bayi bagi masyarakat Bali,” kata Tjok Ratna.
Sementara itu, Cok Abi menyebut terdapat korelasi antara kepemimpinan dengan keberadaan atau kelestarian kain tradisional. Menurutnya seorang pemimpin bisa mengembangkan visi misi kain tradisional sebagai kearifan lokal.
“Saya berharap nanti Yayasan Puri Kauhan Ubud membuat khusus acara seperti ini, tetapi yang empat hari itu khusus tekstil dan busana baik itu tradisional maupun yang sudah dimodifikasi.
“Karena masyarakat kita khususnya di Bali perlu sekali edukasi yang benar dan baik untuk busana tradisional dan busana modifikasi tradisional,” ungkap Cok Abi.
Di sisi lain, Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud AAGN Ari Dwipayana, menyampaikan, pagelaran busana wastra Bebali diharapkan bisa menjadi pengingat terhadap karya luar biasa yang dimiliki para leluhur di masa lalu.
“Karena dari bentuk-bentuknya, kemudian jenis-jenisnya serta bahan bakunya, memiliki filosofi yang ternyata luar biasa,” kata Ari Dwipayana.
Ia pun berharap kain Bebali bisa tetap dilestarikan keberadaannya, sekaligus dipergunakam untuk kepentingan adat maupun hal-hal lainnya dalam kehidupan.
“Tentunya cara termudah yakni menampilkan dalam peragaan busana seperti ini, sehingga inspirasi dari kain Bebali dapat menarik minat banyak generasi muda,” tuturnya. (red)