UMKM Dikuasai Perempuan, Tapi Mengapa Mereka Masih Rentan? Ini Kata Retno

Badung, RealitasBali – Meningkatkan partisipasi perempuan di bidang ekonomi dan politik bukan sekadar upaya kesetaraan, tetapi juga kunci memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Hal ini ditegaskan oleh Retno Marsudi, mantan Menteri Luar Negeri RI, dalam Asia Grassroots Forum 2025 yang digelar Amartha di Nusa Dua, Bali, pada 21–23 Mei 2025.
Dalam forum yang membahas pentingnya peran akar rumput dalam pembangunan ekonomi inklusif tersebut, Retno mengungkap empat kesenjangan besar yang masih dihadapi perempuan di Indonesia dan negara-negara ASEAN: pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik.
“Di sinilah perlunya meningkatkan partisipasi perempuan, terutama di bidang ekonomi dan politik. Meningkatnya partisipasi perempuan akan meningkatkan resiliensi ekonomi nasional. Begitu juga, meningkatnya partisipasi perempuan dalam politik, berarti punya peran yang lebih besar dalam membuat kebijakan,” papar Retno, Kamis (22/5/2025).
Data Global Gender Gap Report menunjukkan bahwa kesenjangan pendidikan sudah turun menjadi sekitar 10 persen dan kesehatan hanya 6 persen. Namun, partisipasi perempuan di ekonomi baru menyentuh 65 persen, sementara di politik bahkan masih jauh tertinggal di angka 22,5 persen.
Lebih lanjut, Retno juga menyoroti rendahnya kehadiran perempuan dalam sektor-sektor strategis seperti sains, teknologi, rekayasa, dan matematika (STEM), yang hanya diikuti 35% perempuan menurut UNESCO 2024. Tidak hanya itu, perempuan yang menduduki posisi puncak di dunia bisnis juga sangat minim.
“Hanya 3,1% perempuan yang menduduki posisi CEO di Indonesia,” sebut Retno. Padahal, perempuan terbukti memiliki peran besar dalam ekonomi rakyat.
“Sektor UMKM terutama yang dikelola oleh perempuan adalah kelompok yang rentan. Apa yang telah dilakukan Amartha adalah melindungi perempuan yang bergerak di sektor UMKM. Karena itu, saya mengapresiasi Amartha yang telah menjadi jembatan bagi perempuan untuk meningkatkan partisipasinya di bidang ekonomi,” tambahnya.
Data Kementerian UMKM mencatat, dari sekitar 65 juta UMKM di Indonesia, lebih dari 64 persen dikelola oleh perempuan. Namun, tanpa dukungan kebijakan dan ekosistem yang setara, potensi besar ini bisa menjadi beban jika tidak diberdayakan secara optimal.
Tri Mumpuni, Direktur Eksekutif IBEKA dan anggota Dewan Pengarah BRIN, juga menegaskan bahwa perempuan memiliki tanggung jawab dan perspektif kepemimpinan yang lebih inklusif.
“Intinya adalah bagaimana menciptakan ekosistem yang setara, laki-laki dan perempuan harus punya kesamaan kesempatan. Langkah awal bisa dimulai dengan menghilangkan batasan-batasan budaya, misalnya tradisi keluarga yang memprioritaskan anak laki-laki dibandingkan perempuan,” tandasnya.
Forum ini menjadi pengingat bahwa pertumbuhan ekonomi yang benar-benar inklusif hanya bisa tercapai jika seluruh potensi – termasuk dari perempuan – diberi ruang setara untuk berkembang. (drh)