Regulasi Arak Bali Dinilai Perlu Ditingkatkan Jadi Undang-Undang

RealitasBali – Hari Arak Bali ke-3 digelar dengan semangat mempersatukan berbagai pihak dalam ekosistem industri Arak. Ketua Panitia Pelaksanaan Hari Arak Bali, Nathan Santoso, menekankan bahwa Arak bukan hanya sekadar minuman, tetapi juga bagian dari warisan budaya yang harus dilestarikan dan dipromosikan hingga ke tingkat global.
“Jadi Arak for the world itu bukan cuma tagline, itu semangat dan itu adalah sebuah cita -cita yang harus diwujudkan,” ujar Nathan saat ditemui usai acara perayaan Hari Arak Bali di Garuda Wisnu Kencana (GWK), Rabu (29/1/2025).
Dalam tiga tahun terakhir, industri Arak Bali menunjukkan perkembangan signifikan. Banyak merek Arak telah masuk ke pasar nasional, bahkan berhasil meraih penghargaan internasional. Namun, Nathan menyoroti bahwa laju perkembangan ini masih terhambat oleh kurangnya regulasi yang mendukung.
“Pergub itu suatu dobrakan yang luar biasa dari Pak Koster, tapi perlu kita lanjutkan, terutama ke nasional (menjadi Undang-Undang),” tegasnya.
Menurut Nathan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan sebenarnya telah mengakui makanan dan minuman tradisional sebagai bagian dari warisan yang harus dilestarikan. Namun, hingga kini, implementasi yang konkret untuk melindungi Arak sebagai warisan budaya masih menemui banyak kendala.
“Tapi upayanya itu masih belum bisa karena terbentur masalah ini dan itu. Karena ini itunya saya gak perlu sebut tapi kita tahu sendiri gitu ya Tapi intinya perjalanan ke sana itu perlu satu langkah yang sinergis, yang inklusif,” ungkap Nathan.
Dalam perayaan kali ini, hadir berbagai pihak dari industri Arak, yang menunjukkan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mendorong legalitas dan perkembangan industri Arak Bali.
“Jadi yang disaksikan hari ini itu ada banyak orang dari segala macam stakeholder, bukan hanya orang -orang yang punya industri perusahaan Arak, bikin Arak, tapi ada orang hotel, ada orang nightclub, ada juga petani, ada juga pengusaha dan semuanya pemerintah, akademisi,” jelas Nathan.
Nathan juga menanggapi kritik terkait persiapan acara yang dinilai kurang maksimal. Ia mengakui bahwa keterbatasan waktu dan dana menjadi tantangan utama.
“Luar biasa banget GWK ini mau mendukung. Kita gak punya dana jadi dana yang hari ini kita patungan, ada patungan dari pabrik, dari artisan, dari kooperasi, dari GWK juga ikut patungan jadi ini adalah wujud satu kerjasama yang baik dan itu tidak akan bisa terjadi kalau gak ada kekurangan,” katanya.
Selain itu, menanggapi pernyataan bahwa dukungan Pemprov Bali dalam acara ini cenderung minim, Nathan menyebut bahwa masa transisi pemerintahan setelah Pemilu menjadi faktor utama. Ia berharap ke depan, baik asosiasi maupun pemerintah dapat lebih siap dalam mendukung industri Arak Bali.
Sebagai tindak lanjut dari perayaan ini, akan diadakan diskusi lanjutan di Mall Level 21, Denpasar, pada 31 Januari – 2 Februari 2025. Acara tersebut akan membahas lebih dalam tentang minuman tradisional, dengan menghadirkan narasumber yang berpengalaman di bidang heritage drinks.
Dengan semakin kuatnya gerakan pelestarian Arak Bali, harapannya regulasi yang lebih tinggi dapat segera diwujudkan, sehingga Arak bisa semakin dikenal dan dihargai, baik di dalam negeri maupun di kancah internasional. (drh)